Pada
prinsipnya, seseorang yang mempersiapkan diri untuk memimpin kelompok
Pendalaman Alkitab (PA) harus melakukan PA pribadi. Seseorang hanya dapat
memberi dari apa yang dimilikinya! Dalam rangka PA pribadi itu, seorang
pemimpin PA belajar dan mencoba menafsirkan Alkitab, khususnya bagian atau
perikop yang akan dipakai sebagai bahan PA.
Menafsir
Alkitab adalah usaha yang kita lakukan untuk memahami berita yang dimaksudkan
olehpenulis Alkitab, menghubungkannya dengan dan menemukan berita Firman allah
itu bagi situasi masa kini. Sebelum, di tengah-tengah dan sesudah persiapan
memimpin PA dilakukan, kita perlu berdoa dan hening agar kita dapat
mendengar, menerima dan melaksanakan pesan Alkitab dan agar bukan isi Alkitab
yang mengikuti pikiran kita tetapi kita dengan setia mengikuti pesan isi
Alkitab. Hanya dengan bimbingan Roh Kudus, kita bisa mengerti makna ayat-ayat
Alkitab sebagai Sabda Allah.
Langkah pertama:
MEMBACA
Bagian
Alkitab atau perikop yang akan ditafsir perlu dibaca berulang kali (lebih dari
1 kali) sehingga lewat pembacaan itu kita mulai membuka diri dan masuk dalam
“suasana” Alkitab. Dengan membaca lebih dari 1 kali, kita akan dapat membaca
dengan sungguh-sungguh dan teliti. Lakukanlah dengan tenang dan hayati setiap kata sebagai
Sabda yang harus didengarkan dengan hati terbuka. Membaca perlahan-lahan lebih
dari satu kali merupakan awal yang baik dalam persiapan PA.
Langkah kedua:
MENGANALISIS TEKS
Setelah
membaca teks, kita mencoba menganalisis teks, misalnya
tentang:
a) Garis besar isi bacaan ini tentang apa?
b) Bentuknya apa: surat, cerita, nasihat, ajaran, perumpamaan, berita, doa
atau nyanyian
c) Untuk cerita dan perumpamaan:
· Siapa tokoh-tokoh yang ada di dalamnya?
· Di mana dan kapan peristiwa itu terjadi?
· Peristiwa pokok apa yang diceritakan?
d) Apa masalah pokok yang dibicarakan?
Langkah ketiga:
MEMBANDINGKAN BEBERAPA TERJEMAHAN
Alkitab
dalam bahasa Indonesia yang kita pakai adalah hasil terjemahan dari suatu Tim
Penerjemah yang terdiri dari para teolog. Tim ini menggali dari bahasa asli
Alkitab (Ibrani – PL; Yunani – PB) dan mempelajari terjemahan lain dalam
pelbagai bahasa.
Kalau
kita mau membandingkan beberapa terjemahan, kita akan menemukan hal-hal baru
dan penting. Terjemahan lain yang mungkin dapat kita lihat adalah:
· Alkitab dalam bahasa Jawa atau bahasa Daerah yang kita
kuasai,
· Alkitab dalam bahasa Indonesia sehari-hari (BIS)
· Alkitab dalam bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya
yang kita pahami.
Langkah keempat:
MEMBANDINGKAN AYAT-AYAT PARAREL DAN
AYAT-AYAT REFERENSI
Dalam
keempat kitab Injil, seringkali suatu peristiwa dicatat oleh 2,3 atau 4 penulis
Injil. Ayat-ayat yang menceritakan hal yang sama dengan cara/ pendekatan
berbeda itu disebut ayat-ayat paralel. Hal ini terutama
kita dapati dalam Injil-injil.
Contoh:
Ayat-ayat paralel dari perikop Yohanes 13:36-38 disebutkan
di bawah judul yaitu Matius 26:31-35, Markus 14:27-31 dan Lukas 22:31-34.
Lalu, dengan bantuan LAI, kita bisa menemukan juga catatan ayat-ayat referensi, yaitu ayat-ayt yang
dianggap ada kaitannya dengan ayat-ayat tertentu. Contoh ayat referensi dari
Matius 18:16 adalah Ulangan 19:15. Petunjuk ini dicantumkan di bawah
perikop Matius 18:15-20 atau di bawah halaman yang bersangkutan.
Dari perbandingan
ini kita juga akan menemukan hal-hal yang baru dan lebih menjelaskan makna dari
ayat-ayat yang sedang kita tafsir.
Langkah kelima:
MEMPELAJARI KONTEKS
Paling
sedikit ada 3 macam konteks yang perlu kita perhatikan dalam penafsiran
ayat-ayat Alkitab,
a) Konteks Alkitab secara keseluruhan
Alkitab itu apa dan bicara tentang
apa? Pengertian kita tentang apa Alkitab itu sangat menentukan penafsiran kita.
Misalnya, bila Alkitab dianggap sebagai “buku Hukum”, maka kita cenderung
menafsirkan ayat-ayat Alkitab secara legalistis dan moralistis. Tetapi kalau
Alkitab dilihat sebagai “Buku Kesaksian Cinta Kasih Allah”, maka kita akan
menafsirkan ayat-ayat Alkitab dengan selalu mengingat karya cinta kasih Allah
bagi seluruh ciptaan-Nya yang nampak seperti “benang merah” dalam seluruh
Alkitab.
b) Konteks “jauh” (konteks kitab/ surat tertentu)
Ayat-ayat kita adalah bagian dari
Kitab/ Surat tertentu yang mempunyai pesan tertentu pula. Untuk
mengetahui pesan itu kita dapat membaca buku Pembimbing yang menerangkan:
· siapa penulis kitab/surat itu
· alamat (yang dikirimi surat itu)
· kapan dan garis besar pesannya
Dalam
BIS kita dapat menemukan penjelasan tentang garis besar isi kitab/surat pada
awal setiap kitab/surat tetapi yang ada di situ terbatas dan bila kita tidak puas,
kita perlu membaca buku pembimbing. Sesudah kita mengetahui konteks
kitab/surat, maka ayat-ayat tersebut perlu kita baca lagi sambil mengingat
konteks tersebut.
c) Konteks “dekat”
Yang dimaksud dengan konteks “dekat”
adalah ayat-ayat sebelum dan sesudah perikop kita. Kita harus ingat bahwa
sebenarnya dahulu tidak ada pembagian pasal dan ayat dalam Alkitab. Jadi, ada
kemungkinan besar ayat-ayat sebelum dan sesudahnya merupakan suatu kesatuan
atau suatu kesinambungan yang berkaitan satu sama lain. Kita akan memperoleh
pengertian yang benar apabila konteks “dekat” ini kita perhatikan. Pencomotan
ayat-ayat dan kemudian ditafsirkan begitu saja lepas dari konteks “dekat”-nya
akan “memperkosa” ayat-ayat itu untuk keinginan dan kepentingan diri kita
sendiri atau untuk mendukung pendapat kita sendiri.
Langkah keenam:
MEMPELAJARI BUKU PEMBIMBING DAN
TAFSIR
Kita
perlu mengakui dan menghargai hasil pergumulan dan studi orang-orang beriman
yang diberi karunia dan tanggungjawab yang besar dalam menafsir. Hasil pergumulan
dan penafsiran mereka perlu dimanfaatkan (namun baru dalma langkah keenam
ini)untuk memperkaya usaha penafsiran kita sendiri. Ambillah hal-hal
baru yang belum kita dapatkan dan catatlah. Kita harus berusaha agar kita tidak
ikut begitu saja pendapat para penulis buku tafsir tersebut, namun kita
memanfaatkannya dengan rasa syukur.
Untuk
mengetahui latar belakang Alkitab kita dapat membaca buku-buku seperti:Pembimbing
ke dalam Perjanjian Lama dari Dr. D.C. Mulder; Theologia
Perjanjian Lama dari Dr. D. Barth; Pengantar kepada
Perjanjian Lama dari Dr. J. Blommendaal; Pembimbing ke dalam
Perjanjian Baru dari Drs. M.E. Duyverman;Memperkenalkan Theologia
Perjanjian Baru dari A.M. Hunter; Satu Injil Tiga Pekabar dari
Drs. B.F. Drewes, dan lain-lain. Sedangkan buku-buku tafsir, dapat kita
manfaatkan untuk mencari penjelasan tentang suatu ayat atau kata yang sulit
dimengerti. Kita berharap penulis buku tafsir yang memang pakar di bidang
penafsiran Alkitab sudah menemukan jawaban atas kesulitan yang sedang kita hadapi.
Langkah ketujuh:
MENYUSUN TAFSIRAN
Dari
hasil langkah 1-6, kita dapat mencatat apa yang dipesankan kepada pembaca saat
itu. Tafsiran ini bisa dilakukan ayat per ayat atau beberapa ayat digabung atau
keseluruhan perikop. Inilah langkah puncak di mana semua hal yang kita ketahui
dan kita pahami tentang ayat-ayat tersebut kita tuangkan menjadi suatu tafsiran
yang makin memperjelas pesan Alkitab.
Langkah kedelapan:
MEMBUAT PENGENAAN
Kalau
dalam langkah ketujuh kita masih harus membatasi diri pada “pesan untukpembaca
saat itu”, maka dalam langkah kedelapan ini kita berusaha dan memberanikan
diri untuk menemukan pesan untuk pembaca masa kini. Penerapan ini tidak
boleh lepas dari hasil penafsiran dalam langkah ketujuh. Langkah ini perlu
diawali dengan hening, berdiam diri dan merenungkan apa kehendak Tuhan atau
berita yang kita peroleh dari teks Alkitab bagi kehidupan menusia dan jemaat
pada masa kini. Sangat penting untuk menjadikan diri kita sendiri sebagai
alamat pertama dari berita atau pesan Alkitab itu. Pertanyaan pokok yang dapat
membantu kita untuk menemukan pengenaan teks bagi kehidupan masa kini adalah:
· Menurut teks tadi, bagaimana pola hidup manusia dan atau
orang beriman itu?
· Bagaimana
seharusnya orang Kristen berpikir dan berbicara tentang Allah, manusia dan
dunia ini?
· Bagaimana
seharusnya orang Kristen bersikap dan bertindak dalam hidup sehari-hari?
Jadi, yang dimaksud dengan “pola” di sini bukan dalam
pengertian “pola” atau “patron” atau “model” dalam dunia jahit-menjahit yang
sudah tersedia tinggal ditiru begitu saja. Pola hidup adalah prinsip-prinsip
kehidupan yang didasarkan atas pemahaman kita terhadap Allah dan bagaimana
menjadi manusia yang baik. Pola hidup ini akan menjadi “spirit” bagi
keseluruhan hidup manusia dan atau orang Kristen.
Langkah
kesembilan:
MERUMUSKAN
TUJUAN PA
Dalam sebuah PA tidak mungkin semua relevansi teks
Alkitab dapat dicapai. Oleh karena itu, pemimpin PA perlu menentukan relevansi
apa yang sesuai dengan kebutuhan kelompok
atau jemaat pada saat ini. Kemudian relevansi itu dirumuskan menjadi tujuan PA.
Dalam merumuskan tujuan, yang menjadi pusat perhatian bukanlah pemimpin PA melainkan para peserta, sehingga rumusan dapat ditulis: setelah mengikuti PA ini, para
peserta memahami/ menyadari/ mengalami/ mampu ……. dst.
Langkah
kesepuluh:
MEMILIH METODE
PA DAN MEMPERSIAPKANNYA
Setelah tujuan dirumuskan, maka barulah metode dipilih
sesuai dengan tujuan. Dalam hal ini kita harus selalu ingat bahwa metode adalah
sarana saja demi tercapainya tujuan. Tujuan tidak boleh dikorbankan demi suatu
metode yang kita anggap menarik.
Kemudian dengan mempelajari uraian atau bab tentang
metode PA atau dengan kreativitas sendiri untuk menciptakan metode PA yang
“baru”, pemimpin PA perlu mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk
memakai metode tersebut. Yang pertama-tama perlu dibuat adalah susunan langkah-langkah dan pembagian
waktu. Sesudah itu, semua perlengkapan yang diperlukan
harus dipersiapkan dengan baik. Termasuk dalam persiapan ini, perlu sekali memperhatikan
bagaimana ruang yang akan dipakai agar mendukung pelaksanaan PA dengan metode
yang sudah kita pilih.